Ketika
nabi Sulaiman as. mendapatkan puncak kenikmatan dunia, beliau mengatakan,“Ini
adalah bagian dari karunia Allah, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau
kufur.” (QS An-Naml 40). Ketika Qarun mendapatkan harta yang sangat banyak,
dia mengatakan, “Sesungguhnya harta kekayaan ini, tidak lain kecuali dari hasil kehebatan ilmuku.” (QS Al-Qashash
78).
Dua kisah yang bertolak belakang di
atas menghasilkan akhir kesudahan yang berbeda. Nabi Sulaiman as mendapatkan
karunia di dunia dan akhirat. Sedangkan Qarun, mendapat adzab di dunia dan
akhirat karena kekufurannya akan nikmat Allah.
Demikianlah bahwa fragmen hidup
manusia tidak terlepas dari dua golongan tersebut. Golongan pertama, manusia
yang mendapatkan nikmat Allah dan mereka mensyukurinya dengan sepenuh hati. Dan
golongan kedua, manusia yang mendapatkan banyak nikmat lalu mereka kufur. Golongan
pertama yaitu para nabi, shidiqqin, syuhada dan shalihin (QS 4: 69-70). Golongan kedua mereka inilah para
penentang kebenaran, seperti Namrud, Fir’aun, Qarun, Abu Lahab, Abu Jahal dan
para pengikut mereka dari masa ke masa.
Secara umum bahwa kesejahteraan, kedamaian dan keberkahan merupakan hasil dari
syukur kepada Allah sedangkan kesempitan, kegersangan dan kemiskinan akibat
dari kufur kepada Allah. (QS An Nahl 112)
NiKmat Allah
Betapa zhalimnya manusia, bergelimang nikmat Allah tetapi tidak bersyukur kepada-Nya
(QS 14: 34). Nikmat yang Allah berikan kepada manusia mencakup aspek lahir (zhaahirah) dan batin (baatinah) serta gabungan
dari keduanya. Surat Ar-Rahman menyebutkan berbagai macam kenikmatan itu dan
mengingatkan kepada manusia akan nikmat tersebut dengan berulang-ulang selama
31 kali, “ Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”
Baca dan tadabburilah surat Ar-Rahman. Allah yang Maha Penyayang memberikan
limpahan nikmat kepada manusia dan tidak ada satu mahlukpun yang dapat
menghitungnya. Dari awal sampai akhir surat Ar-Rahman, Allah merinci nikmat-nikmat
itu.
Dimulai dengan ungkapan yang sangat indah, nama Allah, Dzat Yang Maha
Pemurah, Ar-Rahmaan. Mengajarkan Al-Qur’an, menciptakan manusia dan
mengajarinya pandai berkata-kata dan berbicara. Menciptakan mahluk langit
dengan penuh keseimbangan, matahari, bulan dan bintang-bintang. Menciptakan
bumi, daratan dan lautan dengan segala isinya semuanya untuk manusia. Dan
menciptakan mausia dari bahan baku yang paling baik untuk dijadikan mahluk yang
paling baik pula. Kemudian mengingatkan manusia dan jin bahwa dunia seisinya
tidak kekal dan akan berakhir. Hanya Allah-lah yang kekal. Disana ada alam
lain, akhirat. Surga dengan
segala bentuk kenikmatannya dan neraka dengan segala bentuk kengeriannya. “Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu
dustakan?”
Sarana Hidup ( Wasa-ilul Hayah)
Sungguh Maha Agung nama Rabbmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia.
Marilah kita sadar akan nikmat itu dan menysukurinya dengan sepenuh hati. Dalam
surat An-Nahl ayat 78, ada nikmat yang lain yang harus disyukuri manusia, “
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”.
Cobalah renungkan ! Bagaimana jika manusia hidup di dunia dalam kondisi
buta, maka dia tidak dapat melihat. Seluruh yang ada dihadapannya adalah sama.
Tidak dapat melihat keindahan warna-warni dan tidak dapat melihat keindahan
alam semesta. Coba sekali lagi renungkan ! Bagaimana jadinya jika manusia hidup
di dunia dalam keadaan buta dan tuli. Maka dia tidak dapat berbuat apa-apa. Dan
coba sekali lagi renungkan ! Jika manusia hidup di dunia dalam keadaan buta,
tuli dan gila. Maka hidupnya dihabiskan di rumah sakit, menjadi beban yang
lainnya. Demikianlah nikmat
penglihatan, pendengaran dan akal. Demikianlah nikmat sarana kehidupan (wasail
al-hayat).
Pedoman Hidup (Manhajul Hayah)
Sekarang apa jadinya jika manusia itu diberi karunia oleh Allah mata untuk
melihat, telinga untuk mendengar dan akal untuk berfikir. Kemudian mata itu
tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, telinga tidak digunakan untuk
mendengarkan ayat-ayat Allah dan akal tidak digunakan untuk mengimani dan
memahami ayat-ayat Allah. Maka itulah seburuk-buruknya mahluk, mereka itu
seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. (QS Al-A’raaf 179)
Demikianlah, betapa besarnya nikmat petunjuk Islam (hidayatul Islam)
dan pedoman hidup (manhajul hayah).
Nikmat ini lebih besar dari seluruh harta dunia dan seisinya. Nikmat ini
mengantarkan orang-orang beriman dapat menjalani hidupnya dengan lurus, penuh
kejelasan dan terang benderang. Mereka mengetahui yang hak dan yang batil, yang
halal dan yang haram.
Al-Qur’an banyak sekali membuat perumpamaan orang yang tidak menjadikan
Islam sebagai pedoman hidup, diantaranya digambarkan seperti binatang secara
umum dan binatang tertentu secara khusus,
seperti; anjing, keledai, kera dan babi (QS, 7: 176, 62:5, 8: 55, 5:60).
Diumpamakan juga seperti orang yang berjalan dengan kepala (67: 22), buta dan
tuli (5:71), jatuh dari langit dan disambar burung (22: 31) kayu yang tersandar
(63:4 ) dan lainnya.
Pertolongan (An-Nashr)
Ada satu bentuk kenikmatan lagi yang akan Allah berikan kepada orang-orang
beriman disebabkan mereka komitmen
dengan manhaj Allah dan berdakwah untuk menegakkan sistem Islam, yaitu pertolongan Allah, “ Hai orang-orang
mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad 7).
Pertolongan Allah itu sangat banyak bentuknya, diantaranya perlindungan dan
tempat menetap (al-iwaa), dukungan Allah sehingga menjadi kuat (ta’yiid),
rizki yang baik-baik, kemenangan (al-fath), kekuasaan (al-istikhlaaf),
pengokohan agama (tamkinud-din) dan berbagai macam bentuk pertolongan
Allah yang lain (QS Al-Anfaal 26,
as-Shaaf 10-13 dan An-Nuur 55).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar